Rabu, 25 Mei 2016

Makalah Bahasa Sunda : Kesenian Sunda

MAKALAH KESENIAN SUNDA



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih  lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada  Dosen Mata Kuliah Sastra Daerah serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan  dalam waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian  kepada dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya  menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran  yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini  (Kesenian Sunda) sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.



Tasikmalaya,   25 April 2015





Penyusun







DAFTAR ISI



JUDUL …………………………………………….            ….                   i

KATA PENGANTAR …………………………….           …                    ii

DAFTAR ISI ………………………………………...                     iii



BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang …………………………….                    1

B.     Maksud dan Tujuan……………………….                     1

BAB II PEMBAHASAN

A.    Pengertian : Seni, Budaya, Dan Tradisi……..                  2

B.     Budaya Sunda ………………………………                 3

C.     Kesenian Sunda …………………………….                  8

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan …………………………………..                11

B.     Saran…………………………………………..               11



DAFTAR PUSTAKA ……………………………………             12



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesenian merupakan salah satu bagian yang integral di dalam  kebudayaan. Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Kesenian hadir dalam kehidupan manusia karena memiliki fungsi dan peran tertentu dalam masyarakat pendukungnya. Oleh sebab itu, kesenian akan tetap hadir dalam suatu masyarakat apabila masyarakat tersebut masih membutuhkannya. Kesenian tumbuh, berkembang, atau mungkin patah/punah mengikuti jalannya sejarah. Perubahan-perubahan kebutuhan hidup, perubahan nilai-nilai yang dianut, memberi pengaruh terhadap kembang surutnya berbagai cabang kesenian.
Budaya Sunda yang menjunjung tinggi terhadap norma yang berlaku dalam masyarakatnya, menimbulkan kearifan lokal yang bervariasi antara satu daerah dengan derah lainnya. Jawa Barat sebagai salah satu provinsi terpadat penduduknya di Indonesia, memiliki aneka ragam kesenian   yang menghiasi kehidupan masyarakatnya. Hampir setiap daerah memiliki kekhasan kesenian yang unik dan menjadi identitas daerahnya.

B. Maksud dan Tujuan
Karena menjaga, memelihara dan melestarikan kebubayaan merupakan kewajiban setiap individu, maka dalam realisasinya saya mencoba menyusun makalah yang berjudul Kebudayaan Suku Sunda yang didalamnya mengulas tentang berbagai kebudayaan tradisional Jawa Barat/Sunda. Penyusunan makalan yang berjudul Kesenian sunda ini bertujuan agar pembaca mengetahui bahwa suku sunda merupakan suku yang kaya akan budaya serta menyadari bahwa menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah merupakan kewajiban dari setiap orang.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian : Seni, Budaya, Dan Tradisi
Istilah seni atau “art” (dalam bahasa Ingris) umumnya hanya dihubungkan dengan bagian seni yang biasa ditandai dengan istilah “plastic” atau “visual” (seni rupa). Akan tetapi sebenarnya terdapat sifat-sifat umum yang dapat diperuntukkan bagi semua cabang seni, musik, drama, maupun sastra. Secara sederhana seni dapat dimaknai sebagai suatu usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Bentuk yang sedemikian itu memuaskan kesadaran keindahan kita dan rasa  indah ini terpenuhi jika kita dapat menemukan kesatuan atau harmoni dari hubungan bentuk-bentuk yang kita amati. Banyak orang yang menganggap bahwa seni atau kesenian adalah sama dengan kebudayaan. Aggapan tersebut kurang tepat karena kesenian adalah hanya merupakan salah satu unsur universal saja dalam sistem budaya.
            Budaya merupakan sebuah sistem yang mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku, mite, sastra, lukisan, nyanyian, musik, tarian, dan kepercayaan memiliki kaitan erat dengan konsep-konsep epistemologi dan sistem pengetahuan masyarakat.  Istilah kebudayaan atau budaya digunakan untuk penamaan suatu kelompok gejala atau peristiwa di dalam dunia eksternal, yang memberikan batasan tentang suatu hal. Kebudayaan tersusun oleh dan dari ide atau gagasan sebagai hasil olah pikir yang kemudian diungkapkan dalam berbagai tindakan terpolakan dari ide tersebut.  Kebudayaan sebagai sistem memiliki sub-sistem (cultural universal), dan setiap unsur budaya memiliki unsur kecil atau bagian (cultural item). Terdapat tujuh sub-sistem dalam suatu kebudayaan masyarakat yang bersifat universal, yaitu sistem alat dan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, kemasyarakatan, bahasa, kesenian, dan religi.
Banyak para pakar budaya yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian apa itu budaya. Dalam konsep awal seorang antropolog bernama Edward Bennet Tylor (1874) mengemukakan pendapatnya tentang cakupan budaya yang sangat luas yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan manusia. Ia menyatakan bahwa kebudayaan adalah “...complex whole wich include knowledge, beleif, arts, morals, low, costum, and other capabilities and habits aquired by man as member of society.”  Sementara dalam bahasa Indonesia kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah (bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu berarti segala sesuatu hal yang berkaitan dengan akal. Karena itu, kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhannya dari hasil budi dan karyanya.
 Dari sekian banyak definisi kebudayaan yang diungkapkan para pakar yang tidak dikemukakan satu persatu,  dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah pengalaman yang dimiliki masyarakat yang digunakan sebagai pedoman bagi kehidupan warga masyarakat tersebut. Kebudayaan digunakan sebagai acuan untuk melakukan interpretasi lingkungan yang dihadapi, dan untuk mendorong serta menghasilkan terwujudnya tindakan yang bermakna dalam menghadapi lingkungan. Kebudayaan yang terus terpelihara dan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam suatu lingkungan masyarakat dapat menjadi sebuah tradisi.
Disebut tradisi apabila sesuatu hal telah tersedia di masyarakat, berasal dari masyarakat sebelumnya, yaitu telah mengalami penerusan turun-temurun antar generasi. Perwujudan tradisi dapat berupa barang, jasa, atau perpaduan antara keduanya. Tradisi yang berbentuk barang merupakan sebuah produk, sedangkan jasa berupa kegiatan yang dilakukan masyarakat yang jenis dan caranya sudah ditentukan. Dalam barang dan jasa tersebut terkandung nilai dan norma yang juga ikut diwariskan bersama.

B.     Budaya Sunda
Kebudayaan Sunda adalah kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di Tanah Sunda. Wilayah mukim masyarakat pendukung kebudayaan Sunda adalah di Propinsi Jawa Barat dan Banten. Masyarakat Sunda sebagaimana juga masyarakat etnik lainnya merupakan bentukan sejarah yang memberi sejumlah nuansa tertentu bagi karakteristik kebudayaannya. Dari zaman ke zaman kebudayaan terus hidup sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan sosial masyarakatnya. Kebudayaan Sunda yang beraneka ragam memiliki keunikan dan ke khasan tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain.
Masyarakat Sunda pada awalnya memiliki budaya huma dalam mata pencahariannya, kemudian sejalan dengan perkambangan zaman mata pencaharian mereka beralih pada bertani. Oleh sebab itu padi menjadi sangat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Maka berbagai upacara yang menyangkut kesuburan tanah sering digelar oleh masyarakatnya. Hubungan kekerabatannyababarayaan menjadi terasa lebih dekat dengan adanya tradisi pancakaki. Sejalan dengan perkembangan zaman mata pencaharian di Jawa Baratbertambah dengan menjadi masyarakat industri.
Unsur budaya lain yang perlu dilihat adalah sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan merupakan sistem religi yang dibangun setiap manusia dalam etnik tertentu, terjalin dalam rangkaian folkways(kebiasaan-kebiasaan rakyat) yang selalu terkait dengan pandangan mitis, kosmis, dan mitologis. Di Jawa Barat ini dibangun sistem religi asli dan religi pendatang. Di mana-mana ditemukan aura sinkretisme dalam masyarakat yang juga tercermin dalam kesenian. Namun demikian mereka juga merupakan pemeluk agama yang teguh (Islam).
Di dalam budaya Sunda ada  tradisi yang menyangkut lingkaran kehidupan, misalnya terdapat kebiasaan ketika seorang istri sedang mengandung ada perilaku yang harus dijaga, selalu memperhatikan hal-hal yang indah, bertingkah laku baik menurut norma tertentu, dan lain-lain. Ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar. Ada pula adat istiadat yang berhubungan dengan daur hidup, yaitu kelahiran, pernikahan, sunatan, dan kematian.
Masyarakat Sunda juga memiliki pandangan hidup. Orang Sunda memandang penting sebagai pribadi yang digambarkan oleh tingkah laku dan bahasanya. Contoh, “kudu hade gogog, hade tagog” (harus baik budi bahasa dan tingkah laku);“nyaur kudu diukur, nyabda kudu diungang” (selalu mengendalikan diri dalam berkata); “sacangren pageuh, sagolek pangkek” (teguh pendirian tidak boleh melanggar janji); “ulah lah ka purwadaksina” (ingatlah pada asal, tetaplah sederhana jangan angkuh). Juga dalam lingkungan sosial, misalnya ungkapan ini dipakai sebagai falsafah orang Sunda. “kudu silih asih, silih asah, jeung silih asuh” (harus saling mengasihi, mengasah, dan saling mengasuh di antara sesama); “ulah ngaliarkeun taleus ateul” (jangan menyebarkan hal yang menimbulkan keburukan); ‘lain palid ku cikiih,  lain datang ku cileuncan” (bukan hadir tanpa tujuan); “taraje nanggeuh dulang tinande” (sikap menjalankan kewajiban, terutama seorang istri ke suaminya), dan masih banyak lagi yang lainnya.   
Orang Sunda juga memandang Tuhan sebagai sesuatu yang memiliki kekuasaan tunggal, taqwa, dan sangat meyakini pada saatnya nanti akan kembali kepada Nya. Maka ada ungkapan “mulih ka jati, mulang ka asal” (meninggal, berasal dari Tuhan kebali kepada Tuhan); “dihin pinasti anyar pinanggih” (senantiasa percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi  alah kehendak Tuhan); dan lain-lain. Apabila ada kemajuan lahiriah, orang Sunda harus tetap mematuhi norma-norma tertentu, seperti “ulah pagiri-giri calik, pagirang-girang tampian” (janganlah berebut kekuasaan dan jabatan); “ulah ngukur baju sasereg awak” (janganlah melihat sesuatu dari kepentingan pribadi); ”ulah nyaliksik ka buuk leutik” (janganlah memeras rakyat kecil); dan lain-lain. Orang Sunda juga memiliki kontrol sosial yang sesuai dengan norma tertentu, misalnya “kudu bisa mihapekeun maneh” (harus dapat menitipkan diri); “tiis ceuli herang mata” (hidup damai dan tentram).
Apabila kita amati dari berbagai wilayah Jawa Barat terbagi dalam lima wilayah budaya, yaitu wilayah budaya Banten, wilayah budaya Priangan, wilayah budaya Cirebon, wilayah budaya kaleran, dan wilayah budaya pakidulan
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan-kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
1.      Sistem Kepercayaan
Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha.Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.
Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah lakon pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.
2.      Mata Pencaharian
Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan, pembinaan, dll.
3.      Kesenian
Kirap helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus seperti ; menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan hari- hari besar lainnya. Seperti yang diikuti ratusan orang dari perwakilan seluruh kelurahan di Cimahi, yang berupa arak-arakan yang pernah digelar pada saat Hari Jadi ke-6 Kota Cimahi. Kirap ini yang bertolak dari Alun-alun Kota Cimahi menuju kawasan perkantoran Pemkot Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah itu, diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menyajikan seni budaya Sunda, seperti sisingaan, gotong gagak, kendang rampak, calung, engrang, reog, barongsai, dan klub motor.

4.      Karya Sastra
Di bawah ini disajikan daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari daerah kebudayaan Sunda. Daftar ini tidak lengkap, apabila para pembaca mengenal karya sastra lainnya dalam bahasa Jawa namun berasal dari daerah Sunda,
  • Babad Cerbon
  • Cariosan Prabu Siliwangi
  • Carita Ratu Galuh
  • Carita Purwaka Caruban Nagari
  • Carita Waruga Guru
  • Kitab Waruga Jagat
  • Layang Syekh Gawaran
  • Pustaka Raja Purwa
  • Sajarah Banten
  • Suluk Wuyung Aya
  • Wahosan Tumpawarang
  • Wawacan Angling Darma
  • Wawacan Syekh Baginda Mardan
  • Kitab Pramayoga/jipta Sara
Suku Sunda merupakan suku yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Suku sunda adalah salah satu suku yang memiliki berbagai kebudayaan daerah, diantaranya pakaian tradisional, kesenian tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak kebudayaan daerah yang dimiliki oleh suku sunda adalah sebagai berikut :
5.      Pakaian Adat/Khas jawa Barat
Suku sunda mempunyai pakaian adat/tradisional yang sangat terkenal, yaitu kebaya. Kebaya merupakan pakaian khas Jawa Barat yang sangat terkenal, sehingga kini kebaya bukan hanya menjadi pakaian khas sunda saja tetapi sudah menjadi pakaian adat nasinal. Itu merupakan suatu bukti bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional.
C.    Kesenian Sunda
Kesenian yang hidup di Tatar Sunda sangat beraneka ragam. Hal ini menunjukkan bahwa krativitas masyarakat Sunda cukup tinggi dan kreativitas tersebut terjadi sepanjang masa. Dengan demikian dinamika kehidupan kesenian di Tatar Sunda sangat dinamis. Kesenian di Tatar Sunda yang ada dewasa ini  beberapa di antaranya sudah sangat tua hal itu menunjukkan betapa kuat akar budaya orang Sunda dalam berkesenian.
Kesenian hidup dalam masyarakat karena memiliki fungsi. Demikian halnya dengan kesenian yang hidup di Tatar Sunda.  Ada pun fungsinya dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai ritual kesuburan, memperingati daur hidup  sejak kelahiran manusia hingga ia mati,  mengusir wabah penyakit, melindungi masyarakat dari lindungan marabahaya, sebagai hiburan pribadi, sebagai presentasi estetis, sebagai media propaganda , sebagai penggugah solidaritas sosial, sebagai pembangun integritas sosial, dan lain-lain. Dengan adanya fungsi tersebut maka kesenian akan tetap hidup dan dipelihara masyarakatnya sesuai dengan kehidupan dan perkembangan masyarakat itu sendiri.  Kendatipun fungsi kesenian itu begitu banyak, namun untuk melihat fungsi kesenian di Jawa Barat ini akan dipergunakan teorinya Soedarsono, yang menyebutkan bahwa fungsi primer dari kesenian adalah (1) sebagai sarana ritual; (2) sebagai hiburan pribadi, dan sebagai presentasi estetis.
Kesenian Sunda yang pada awalnya berfungsi ritual di antaranya adalah Tarawangsa atauJentreng (di Sumedang dan tasikmalaya)); Ronggeng Gunung, Ketuk Tilu (di Priangan), Ronggeng Bugis (Indramayu), Wayang Kulit. Dan lain-lain. Kesenian Sunda yang berfungsi sebagai hiburan pribadi di antaranya, Tayuban, Ketuk Tilu, Bajidoran, Bangreng, Doger, dan lain-lain. Sementara kesenian yang berfungsi sebagai presentasi estetis adalah karya-karya seni yang disajikan “seni sebagai seni” pada umumnya karya-karya ini bersifat kekinian. Ketiga macam fungsi seni tersebut memiliki ketentuan-ketentuan baik dalam tetacara pelaksanaan, tempat, maupun waktu yang dipergunakan dalam acara tersebut.
Kesenian Sunda juga dapat bagi dari segi pengelompokkan seni, misalnya seni tari, karawitan, beladiri, debus, dan teater tradisional.
1.      Seni Tari

o    Tari Topeng (Cirebon: Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung,  Klana)
o    Tari Kursus/Keurseus (Lenyepan, Gawil, Kawitan, Kastawa, Gunungsari)
o    Tari Wayang (Gatotkaca, Subadra, Karna, Srikandi Mustakaweni, dan lain-lain).
o    Tari Rakyat (Ketuk Tilu, Doger, Ronggeng, Bangreng, Bajidoran, dan lain-lain)
o    Kreasi baru (Karya-karya R.Tjetje Somantri, seperti Kandagan, Merak, Sulintang, dan lain-lain).
o    Jaipongan (Karya Gugum Gumbira)
2.       Seni Karawitan

o    Rumpun Angklung: Rengkong, Angklung Badeng, Angklung Baduy, Angklung Buncis, Arumba, Calung.
o    Rumpun Gamelan: Ajeng, Degung, Gamelan Salendro/Pelog, Goong Renteng, Rampak Kendang.
o    Rumpun Helaran: Badawang, Bangbarongan, Kuda Renggong, Sisingaan, Reak, Surak Ibra, Tanjidor, Topeng Benjang.
o    Rumpun Kacapian: Kacapi Suling (tembang Sunda Cianjuran), Jenaka Sunda, Kacapi Biola, Tarawangsa.
o    Rumpun Sekaran: Ciawian, Cigawiran, Kawih, Tembang Buhun, Pantun.
o    Rumpun Terebang: Genjring, Bangreng, Rudat, Tagoni, dan lain-lain.
o    Rumpun Wayang: Cepak Cirebon, Kulit (Indramayu, Bekasi), Golek,
3.      Seni Teater Tradisional: Cador, Topeng Betawi, Topeng Blantek, Topeng Cirebon, Tarling, Ubrug, Uyeg, Sandiwara, Masres, Longser, Topeng Banjet.    
4.      Seni Beladiri: Penca Silat, Benjang, Ujungan
5.      Seni Debus: Debus, Ebeg, Kuda Lumping, Lais, Sintren.
Selain membagi kelompok kesenian seperti di atas, kesenian juga dapat dilihat dari status sosial. Kesenian yang mewarnai kehidupan masyarakat Sunda abad ke-19 berada dalam dua wilayah budaya yang berbeda yaitu budaya rakyat yang berkembang di kalangan rakyat kebanyakan dan budayamenak yang berkembang di kalangan menak. Kesenian yang hidup di kalangan menak di antaranya adalah Serimpi, Mamaos atau Tembang, Tayuban dan Ibing Keurseus. Kesenian tersebut dipagelarkan dalam waktu-waktu tertentu seperti acara pesta pernikahan, khitanan, penyambutan tamu-tamu kehormatan, serta pesta-pesta lainnya.Kesenian yang hidup di kalangan menak dipengaruhi oleh tradisi Jawa yang dianggap sebagai kesenian istana yang bermutu tinggi.  Di kalangan menak menikmati kesenian  bukan sekedar untuk rekreasi, akan tetapi berkaitan dengan politik aristokrasi. Dengan menjadi pengayom seni, kaum aristokrat dapat menonjolkan statusnya dengan gaya hidup yang mempertunjukan kemegahan.
Kesenian Sunda pada umumnya adalah kesenian rakyat, kehidupan budaya rakyat lebih menonjol bila dibandingkan dengan kehidupan budaya menak. Memang, secara umum dapat dikatakan bahwa ciri utama kebudayaan Sunda adalah sifatnya sebagai kebudayaan rakyat.  Dengan demikian kesenian rakyat pun lebih banyak dan lebih variatif. Jenis kesenian rakyat dapat dilihat pada pengelompokkan seni di atas. 






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesenian itu hanya merupakan salah satu unsur dari kebudayaan. Kesenian Sunda sebagai salah satu unsur kebudayaan Sunda dapat menjadi identitas  masyarakatnya sehingga kesenian yang hidup di daerah tersebut dapat mencerminkan kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan termasuk di dalamnya unsur kesenian, sebagai sebuah tradisi di dalamnya terkandung nilai dan norma yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Hidup dan matinya sebuah kesenian sangat tergantung pada masyarakat penyangganya. Perkembangan dan perubahan kebudayaan pada suatu  masyarakat dapat merubah bentuk dan fungsi keseniannya. Seperti kesenian yang semula berfungsi untuk kebutuhan  upacara, lambat laun beralih fungsi menjadi seni hiburan. Salah satu penyebabnya adalah berubahnya kehidupan sosial masyarakat. Demikian pula halnya dengan seni hiburan ada yang berubah fungsi menjadi seni tontonan.

B.     Saran
Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.






DAFTAR PUSTAKA

Atik Sopandi dan Enoch Atmadibrata,1977 .Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat. Bandung; Pelita Masa

Ajip Rosidi, 1989/1990. Pembinaan dan Pengembanan Kebudayaan daerah (Sunda) dalam Kondisi dan Masalah Budaya Sunda Dewasa Ini. Bandung: Jarahnitra Depdikbud.

Arthur S. Nalan, 2006. Teater Agaliter. Bandung: Sunan Ambu Press.

Brandon, James R., 1967. Theatre in Southeast Asia. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press.

Endang Caturwati (ed), 2008. Tradisi sebagai Tumpuan Kreativitas Seni. Bandung: Sunan Ambu Press

Enoch Atmadibrata, dkk. 2006: Khasanah Seni Pertunjukan Jawa Barat.Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.

Judistira K. Garna, 2008. Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan, Bandung: Lembaga Penelitian Unpad dan Judistira Garna Foundation.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia.

Kuntowijoyo, 2006. Budaya dan Masyarakat, Cet. Ke-2, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Nina H. Lubis, 1998. Kehidupan Kaum Menak di Priangan 1800-1942. Bandung: Pusat Informasi  Kebudayaan Sunda.

Soedarsono, R.M. 1985. “Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kehidupan Manusia Kontinuitas dan Perubahannya”, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

R.M. Soedarsono. 2002. Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.


Yus Rusyana, 2007. “Menjadikan Tradisi sebagai Tumpuan Kreativitas” Makalah dalam Orasi Ilmiah; Upacara Dies Natalis Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar