MAKALAH KESENIAN SUNDA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat, sehingga
aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik
kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih
lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta
harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum
dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen
Mata Kuliah Sastra Daerah serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik
bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
Kami menyadari sekali,
didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak
kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta
teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya
menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik
dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah-makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling
besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini
penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain yang ingin
mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari judul ini (Kesenian Sunda)
sebagai
tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Tasikmalaya, 25
April 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
JUDUL
……………………………………………. …. i
KATA
PENGANTAR ……………………………. … ii
DAFTAR
ISI
………………………………………... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ……………………………. 1
B. Maksud
dan Tujuan………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian :
Seni, Budaya, Dan Tradisi…….. 2
B. Budaya Sunda ……………………………… 3
C. Kesenian Sunda ……………………………. 8
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
………………………………….. 11
B. Saran………………………………………….. 11
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………… 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesenian merupakan salah satu bagian yang
integral di dalam kebudayaan. Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari
masyarakat. Kesenian hadir dalam kehidupan manusia karena memiliki fungsi dan
peran tertentu dalam masyarakat pendukungnya. Oleh sebab itu, kesenian akan
tetap hadir dalam suatu masyarakat apabila masyarakat tersebut masih
membutuhkannya. Kesenian tumbuh, berkembang, atau mungkin patah/punah mengikuti
jalannya sejarah. Perubahan-perubahan kebutuhan hidup, perubahan nilai-nilai
yang dianut, memberi pengaruh terhadap kembang surutnya berbagai cabang
kesenian.
Budaya Sunda yang menjunjung tinggi terhadap
norma yang berlaku dalam masyarakatnya, menimbulkan kearifan lokal yang
bervariasi antara satu daerah dengan derah lainnya. Jawa Barat sebagai salah
satu provinsi terpadat penduduknya di Indonesia, memiliki aneka ragam
kesenian yang menghiasi kehidupan masyarakatnya. Hampir setiap
daerah memiliki kekhasan kesenian yang unik dan menjadi identitas daerahnya.
B. Maksud dan Tujuan
Karena menjaga, memelihara dan melestarikan
kebubayaan merupakan kewajiban setiap individu, maka dalam realisasinya saya
mencoba menyusun makalah yang berjudul Kebudayaan Suku Sunda yang didalamnya
mengulas tentang berbagai kebudayaan tradisional Jawa Barat/Sunda. Penyusunan
makalan yang berjudul Kesenian sunda ini bertujuan agar pembaca mengetahui
bahwa suku sunda merupakan suku yang kaya akan budaya serta menyadari bahwa
menjaga dan melestarikan kebudayaan daerah merupakan kewajiban dari setiap
orang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian :
Seni, Budaya, Dan Tradisi
Istilah seni atau “art” (dalam bahasa Ingris)
umumnya hanya dihubungkan dengan bagian seni yang biasa ditandai dengan istilah
“plastic”
atau “visual”
(seni rupa). Akan tetapi sebenarnya terdapat sifat-sifat umum yang dapat
diperuntukkan bagi semua cabang seni, musik, drama, maupun sastra. Secara sederhana seni dapat dimaknai sebagai
suatu usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan. Bentuk
yang sedemikian itu memuaskan kesadaran keindahan kita dan rasa indah ini
terpenuhi jika kita dapat menemukan kesatuan atau harmoni dari hubungan
bentuk-bentuk yang kita amati. Banyak orang yang menganggap bahwa seni atau
kesenian adalah sama dengan kebudayaan. Aggapan tersebut kurang tepat karena
kesenian adalah hanya merupakan salah satu unsur universal saja dalam sistem
budaya.
Budaya merupakan sebuah sistem yang
mempunyai koherensi. Bentuk-bentuk simbolis yang berupa kata, benda, laku,
mite, sastra, lukisan, nyanyian, musik, tarian, dan kepercayaan memiliki kaitan
erat dengan konsep-konsep epistemologi dan sistem pengetahuan masyarakat. Istilah
kebudayaan atau budaya digunakan untuk penamaan suatu kelompok gejala atau
peristiwa di dalam dunia eksternal, yang memberikan batasan tentang suatu hal.
Kebudayaan tersusun oleh dan dari ide atau gagasan sebagai hasil olah pikir
yang kemudian diungkapkan dalam berbagai tindakan terpolakan dari ide tersebut. Kebudayaan
sebagai sistem memiliki sub-sistem (cultural universal), dan setiap
unsur budaya memiliki unsur kecil atau bagian (cultural item). Terdapat tujuh
sub-sistem dalam suatu kebudayaan masyarakat yang bersifat universal, yaitu
sistem alat dan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, kemasyarakatan,
bahasa, kesenian, dan religi.
Banyak para pakar budaya yang mengemukakan
pendapatnya tentang pengertian apa itu budaya. Dalam konsep awal seorang
antropolog bernama Edward Bennet Tylor (1874) mengemukakan pendapatnya tentang
cakupan budaya yang sangat luas yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan
manusia. Ia menyatakan bahwa kebudayaan adalah “...complex whole wich include knowledge, beleif,
arts, morals, low, costum, and other capabilities and habits aquired by man as
member of society.” Sementara dalam bahasa Indonesia kata
kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah (bentuk
jamak dari buddhi, yang
berarti budi atau akal. Kebudayaan itu berarti segala sesuatu hal yang
berkaitan dengan akal. Karena itu, kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan dan
karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhannya
dari hasil budi dan karyanya.
Dari sekian banyak definisi kebudayaan yang
diungkapkan para pakar yang tidak dikemukakan satu persatu, dapat
disimpulkan bahwa kebudayaan adalah pengalaman yang dimiliki masyarakat yang
digunakan sebagai pedoman bagi kehidupan warga masyarakat tersebut. Kebudayaan
digunakan sebagai acuan untuk melakukan interpretasi lingkungan yang dihadapi,
dan untuk mendorong serta menghasilkan terwujudnya tindakan yang bermakna dalam
menghadapi lingkungan. Kebudayaan yang terus terpelihara dan turun-temurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya dalam suatu lingkungan masyarakat dapat
menjadi sebuah tradisi.
Disebut tradisi apabila sesuatu hal telah
tersedia di masyarakat, berasal dari masyarakat sebelumnya, yaitu telah
mengalami penerusan turun-temurun antar generasi. Perwujudan tradisi dapat
berupa barang, jasa, atau perpaduan antara keduanya. Tradisi yang berbentuk
barang merupakan sebuah produk, sedangkan jasa berupa kegiatan yang dilakukan
masyarakat yang jenis dan caranya sudah ditentukan. Dalam barang dan jasa
tersebut terkandung nilai dan norma yang juga ikut diwariskan bersama.
B. Budaya Sunda
Kebudayaan Sunda adalah kebudayaan yang
hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya
berdomisili di Tanah Sunda. Wilayah mukim masyarakat pendukung kebudayaan Sunda
adalah di Propinsi Jawa Barat dan Banten. Masyarakat Sunda sebagaimana juga
masyarakat etnik lainnya merupakan bentukan sejarah yang memberi sejumlah
nuansa tertentu bagi karakteristik kebudayaannya. Dari zaman ke zaman
kebudayaan terus hidup sesuai dengan situasi dan kondisi kehidupan sosial
masyarakatnya. Kebudayaan Sunda yang beraneka ragam memiliki keunikan dan ke
khasan tersendiri yang membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain.
Masyarakat Sunda pada awalnya memiliki budaya
huma dalam mata pencahariannya, kemudian sejalan dengan perkambangan zaman mata
pencaharian mereka beralih pada bertani. Oleh sebab itu padi menjadi sangat
penting dalam kehidupan masyarakatnya. Maka berbagai upacara yang menyangkut
kesuburan tanah sering digelar oleh masyarakatnya. Hubungan kekerabatannyababarayaan menjadi
terasa lebih dekat dengan adanya tradisi pancakaki. Sejalan dengan perkembangan zaman mata
pencaharian di Jawa Baratbertambah dengan menjadi masyarakat industri.
Unsur budaya lain yang perlu dilihat adalah
sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan merupakan sistem religi yang dibangun
setiap manusia dalam etnik tertentu, terjalin dalam rangkaian folkways(kebiasaan-kebiasaan
rakyat) yang selalu terkait dengan pandangan mitis, kosmis, dan mitologis. Di
Jawa Barat ini dibangun sistem religi asli dan religi pendatang. Di mana-mana
ditemukan aura sinkretisme dalam masyarakat yang juga tercermin dalam kesenian.
Namun demikian mereka juga merupakan pemeluk agama yang teguh (Islam).
Di dalam budaya Sunda ada tradisi yang
menyangkut lingkaran kehidupan, misalnya terdapat kebiasaan ketika seorang
istri sedang mengandung ada perilaku yang harus dijaga, selalu memperhatikan
hal-hal yang indah, bertingkah laku baik menurut norma tertentu, dan lain-lain.
Ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar. Ada pula adat istiadat yang
berhubungan dengan daur hidup, yaitu kelahiran, pernikahan, sunatan, dan
kematian.
Masyarakat Sunda juga memiliki pandangan
hidup. Orang Sunda memandang penting sebagai pribadi yang digambarkan oleh
tingkah laku dan bahasanya. Contoh, “kudu hade gogog, hade tagog” (harus
baik budi bahasa dan tingkah laku);“nyaur kudu diukur, nyabda kudu diungang” (selalu
mengendalikan diri dalam berkata); “sacangren pageuh, sagolek pangkek” (teguh
pendirian tidak boleh melanggar janji); “ulah lah ka purwadaksina”
(ingatlah pada asal, tetaplah sederhana jangan angkuh). Juga dalam lingkungan
sosial, misalnya ungkapan ini dipakai sebagai falsafah orang Sunda. “kudu
silih asih, silih asah, jeung silih asuh” (harus saling mengasihi,
mengasah, dan saling mengasuh di antara sesama); “ulah ngaliarkeun taleus ateul”
(jangan menyebarkan hal yang menimbulkan keburukan); ‘lain
palid ku cikiih, lain datang ku cileuncan” (bukan hadir tanpa
tujuan); “taraje
nanggeuh dulang tinande” (sikap menjalankan kewajiban, terutama
seorang istri ke suaminya), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Orang Sunda juga memandang Tuhan sebagai
sesuatu yang memiliki kekuasaan tunggal, taqwa, dan sangat meyakini pada
saatnya nanti akan kembali kepada Nya. Maka ada ungkapan “mulih
ka jati, mulang ka asal” (meninggal, berasal dari Tuhan kebali
kepada Tuhan); “dihin pinasti anyar pinanggih”
(senantiasa percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi alah kehendak
Tuhan); dan lain-lain. Apabila ada kemajuan lahiriah, orang Sunda harus tetap
mematuhi norma-norma tertentu, seperti “ulah pagiri-giri calik, pagirang-girang
tampian” (janganlah berebut kekuasaan dan jabatan); “ulah
ngukur baju sasereg awak” (janganlah melihat sesuatu dari
kepentingan pribadi); ”ulah nyaliksik ka buuk leutik”
(janganlah memeras rakyat kecil); dan lain-lain. Orang Sunda juga memiliki
kontrol sosial yang sesuai dengan norma tertentu, misalnya “kudu
bisa mihapekeun maneh” (harus dapat menitipkan diri); “tiis
ceuli herang mata” (hidup damai dan tentram).
Apabila kita amati dari berbagai wilayah Jawa
Barat terbagi dalam lima wilayah budaya, yaitu wilayah budaya Banten, wilayah
budaya Priangan, wilayah budaya Cirebon, wilayah budaya kaleran, dan wilayah
budaya pakidulan
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang
menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu
dilestarikan. Kebudayaan-kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
1. Sistem Kepercayaan
Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian
kecil yang tidak beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di
Banten Tetapi juga ada yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha.Selatan.
Praktek-praktek sinkretisme dan mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan
orang Sunda ditujukan untuk memelihara keseimbangan alam semesta.
Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara
adat, sedangkan keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling
memberi (gotong royong). Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah lakon
pantun Lutung Kasarung, salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya
Allah yang Tunggal (Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke
dalam dunia untuk memelihara kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut
Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan untuk mengkomunikasikan Kabar Baik
kepada mereka.
2. Mata Pencaharian
Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak
suka merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan
orang Sunda terutama adalah hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari
Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara
umum kemiskinan di Jawa Barat disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia.
Maka yang dibutuhkan adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa
pendidikan, pembinaan, dll.
3. Kesenian
Kirap helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu
jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan
arak-arakan dalam bentuk helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara
khitanan atau acara-acara khusus seperti ; menyambut tamu, hiburan peresmian,
kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan hari- hari besar lainnya. Seperti yang
diikuti ratusan orang dari perwakilan seluruh kelurahan di Cimahi, yang berupa
arak-arakan yang pernah digelar pada saat Hari Jadi ke-6 Kota Cimahi. Kirap ini
yang bertolak dari Alun-alun Kota Cimahi menuju kawasan perkantoran Pemkot
Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah itu, diikuti oleh kelompok-kelompok
masyarakat yang menyajikan seni budaya Sunda, seperti sisingaan, gotong gagak,
kendang rampak, calung, engrang, reog, barongsai, dan klub motor.
4. Karya Sastra
Di bawah ini disajikan daftar karya sastra dalam bahasa
Jawa yang berasal dari daerah kebudayaan Sunda. Daftar ini tidak lengkap,
apabila para pembaca mengenal karya sastra lainnya dalam bahasa Jawa namun
berasal dari daerah Sunda,
- Babad Cerbon
- Cariosan Prabu Siliwangi
- Carita Ratu Galuh
- Carita Purwaka Caruban Nagari
- Carita Waruga Guru
- Kitab Waruga Jagat
- Layang Syekh Gawaran
- Pustaka Raja Purwa
- Sajarah Banten
- Suluk Wuyung Aya
- Wahosan Tumpawarang
- Wawacan Angling Darma
- Wawacan Syekh Baginda Mardan
- Kitab Pramayoga/jipta Sara
Suku Sunda merupakan suku yang terdapat di
Provinsi Jawa Barat. Suku sunda adalah salah satu suku yang memiliki berbagai
kebudayaan daerah, diantaranya pakaian tradisional, kesenian tradisional,
bahasa daerah, dan lain sebagainya. Diantara sekian banyak kebudayaan daerah
yang dimiliki oleh suku sunda adalah sebagai berikut :
5. Pakaian
Adat/Khas jawa Barat
Suku sunda mempunyai pakaian adat/tradisional
yang sangat terkenal, yaitu kebaya. Kebaya merupakan pakaian khas Jawa Barat
yang sangat terkenal, sehingga kini kebaya bukan hanya menjadi pakaian khas
sunda saja tetapi sudah menjadi pakaian adat nasinal. Itu merupakan suatu bukti
bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional.
C. Kesenian Sunda
Kesenian yang hidup di Tatar Sunda sangat beraneka ragam.
Hal ini menunjukkan bahwa krativitas masyarakat Sunda cukup tinggi dan kreativitas
tersebut terjadi sepanjang masa. Dengan demikian dinamika kehidupan kesenian di
Tatar Sunda sangat dinamis. Kesenian di Tatar Sunda yang ada dewasa ini
beberapa di antaranya sudah sangat tua hal itu menunjukkan betapa kuat akar
budaya orang Sunda dalam berkesenian.
Kesenian hidup dalam masyarakat karena memiliki fungsi.
Demikian halnya dengan kesenian yang hidup di Tatar Sunda. Ada pun
fungsinya dalam kehidupan masyarakat adalah sebagai ritual kesuburan,
memperingati daur hidup sejak kelahiran manusia hingga ia mati, mengusir wabah penyakit, melindungi masyarakat
dari lindungan marabahaya, sebagai hiburan pribadi, sebagai presentasi estetis, sebagai media propaganda , sebagai penggugah solidaritas sosial, sebagai
pembangun integritas sosial, dan lain-lain. Dengan adanya fungsi tersebut maka
kesenian akan tetap hidup dan dipelihara masyarakatnya sesuai dengan kehidupan
dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Kendatipun fungsi kesenian itu
begitu banyak, namun untuk melihat fungsi kesenian di Jawa Barat ini akan
dipergunakan teorinya Soedarsono, yang menyebutkan bahwa fungsi primer dari
kesenian adalah (1) sebagai sarana ritual; (2) sebagai hiburan pribadi, dan
sebagai presentasi estetis.
Kesenian Sunda yang pada awalnya berfungsi ritual di
antaranya adalah Tarawangsa atauJentreng (di
Sumedang dan tasikmalaya)); Ronggeng Gunung, Ketuk Tilu (di
Priangan), Ronggeng Bugis (Indramayu), Wayang Kulit. Dan
lain-lain. Kesenian Sunda yang berfungsi sebagai hiburan pribadi di
antaranya, Tayuban, Ketuk Tilu, Bajidoran, Bangreng,
Doger, dan lain-lain. Sementara kesenian yang berfungsi sebagai
presentasi estetis adalah karya-karya seni yang disajikan “seni sebagai seni”
pada umumnya karya-karya ini bersifat kekinian. Ketiga macam fungsi seni
tersebut memiliki ketentuan-ketentuan baik dalam tetacara pelaksanaan, tempat,
maupun waktu yang dipergunakan dalam acara tersebut.
Kesenian Sunda juga dapat bagi dari segi pengelompokkan
seni, misalnya seni tari, karawitan, beladiri, debus, dan teater tradisional.
1. Seni Tari
o
Tari Topeng
(Cirebon: Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, Klana)
o
Tari
Kursus/Keurseus (Lenyepan, Gawil, Kawitan, Kastawa, Gunungsari)
o
Tari Wayang
(Gatotkaca, Subadra, Karna, Srikandi Mustakaweni, dan lain-lain).
o
Tari Rakyat
(Ketuk Tilu, Doger, Ronggeng, Bangreng, Bajidoran, dan lain-lain)
o
Kreasi baru
(Karya-karya R.Tjetje Somantri, seperti Kandagan, Merak, Sulintang, dan
lain-lain).
o
Jaipongan
(Karya Gugum Gumbira)
2. Seni Karawitan
o
Rumpun
Angklung: Rengkong, Angklung Badeng, Angklung Baduy, Angklung Buncis,
Arumba, Calung.
o
Rumpun
Gamelan: Ajeng, Degung, Gamelan Salendro/Pelog, Goong Renteng, Rampak
Kendang.
o
Rumpun
Helaran: Badawang, Bangbarongan, Kuda Renggong, Sisingaan, Reak, Surak
Ibra, Tanjidor, Topeng Benjang.
o
Rumpun
Kacapian: Kacapi Suling (tembang Sunda Cianjuran), Jenaka Sunda, Kacapi
Biola, Tarawangsa.
o
Rumpun
Sekaran: Ciawian, Cigawiran, Kawih, Tembang Buhun, Pantun.
o
Rumpun
Terebang: Genjring, Bangreng, Rudat, Tagoni, dan lain-lain.
o
Rumpun
Wayang: Cepak Cirebon, Kulit (Indramayu, Bekasi), Golek,
3. Seni Teater Tradisional: Cador, Topeng Betawi,
Topeng Blantek, Topeng Cirebon, Tarling, Ubrug, Uyeg, Sandiwara, Masres,
Longser, Topeng Banjet.
4. Seni Beladiri: Penca Silat, Benjang, Ujungan
5. Seni Debus: Debus, Ebeg, Kuda Lumping, Lais,
Sintren.
Selain membagi kelompok kesenian seperti di atas,
kesenian juga dapat dilihat dari status sosial. Kesenian yang mewarnai
kehidupan masyarakat Sunda abad ke-19 berada dalam dua wilayah budaya yang
berbeda yaitu budaya rakyat yang berkembang di kalangan rakyat kebanyakan dan
budayamenak yang berkembang di kalangan menak. Kesenian
yang hidup di kalangan menak di antaranya adalah Serimpi,
Mamaos atau Tembang, Tayuban dan Ibing
Keurseus. Kesenian tersebut dipagelarkan dalam waktu-waktu tertentu
seperti acara pesta pernikahan, khitanan, penyambutan tamu-tamu kehormatan,
serta pesta-pesta lainnya.Kesenian yang hidup di kalangan menak dipengaruhi
oleh tradisi Jawa yang dianggap sebagai kesenian istana yang bermutu
tinggi. Di kalangan menak menikmati kesenian bukan
sekedar untuk rekreasi, akan tetapi berkaitan dengan politik aristokrasi.
Dengan menjadi pengayom seni, kaum aristokrat dapat menonjolkan statusnya
dengan gaya hidup yang mempertunjukan kemegahan.
Kesenian Sunda pada umumnya adalah kesenian rakyat,
kehidupan budaya rakyat lebih menonjol bila dibandingkan dengan kehidupan
budaya menak. Memang, secara umum dapat dikatakan bahwa ciri
utama kebudayaan Sunda adalah sifatnya sebagai kebudayaan rakyat. Dengan demikian kesenian rakyat pun lebih banyak
dan lebih variatif. Jenis kesenian rakyat dapat dilihat pada pengelompokkan
seni di atas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesenian itu hanya merupakan salah satu unsur
dari kebudayaan. Kesenian Sunda sebagai salah satu unsur kebudayaan Sunda dapat
menjadi identitas masyarakatnya sehingga kesenian yang hidup di daerah
tersebut dapat mencerminkan kehidupan masyarakatnya. Kebudayaan termasuk di
dalamnya unsur kesenian, sebagai sebuah tradisi di dalamnya terkandung nilai
dan norma yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.
Hidup dan matinya sebuah kesenian sangat
tergantung pada masyarakat penyangganya. Perkembangan dan perubahan kebudayaan
pada suatu masyarakat dapat merubah bentuk dan fungsi keseniannya.
Seperti kesenian yang semula berfungsi untuk kebutuhan upacara, lambat
laun beralih fungsi menjadi seni hiburan. Salah satu penyebabnya adalah
berubahnya kehidupan sosial masyarakat. Demikian pula halnya dengan seni hiburan
ada yang berubah fungsi menjadi seni tontonan.
B. Saran
Budaya daerah merupakan faktor utama
berdirinya kebudayaan nasional, maka segala sesuatu yang terjadi pada budaya
daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah, kita semua
mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik
budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan
bagian dari kepribadian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Atik Sopandi dan
Enoch Atmadibrata,1977 .Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat. Bandung;
Pelita Masa
Ajip Rosidi,
1989/1990. Pembinaan
dan Pengembanan Kebudayaan daerah (Sunda) dalam Kondisi dan Masalah Budaya
Sunda Dewasa Ini. Bandung: Jarahnitra Depdikbud.
Arthur S.
Nalan, 2006. Teater
Agaliter. Bandung: Sunan Ambu Press.
Brandon, James
R., 1967. Theatre
in Southeast Asia. Cambridge, Massachusetts: Harvard
University Press.
Endang
Caturwati (ed), 2008. Tradisi
sebagai Tumpuan Kreativitas Seni. Bandung: Sunan Ambu Press
Enoch
Atmadibrata, dkk. 2006: Khasanah
Seni Pertunjukan Jawa Barat.Bandung: Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Jawa Barat.
Judistira K.
Garna, 2008. Budaya
Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan, Bandung:
Lembaga Penelitian Unpad dan Judistira Garna Foundation.
Koentjaraningrat,
1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan, Jakarta:
Gramedia.
Kuntowijoyo,
2006. Budaya dan Masyarakat, Cet.
Ke-2, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nina H. Lubis,
1998. Kehidupan Kaum Menak di Priangan 1800-1942. Bandung:
Pusat Informasi Kebudayaan Sunda.
Soedarsono,
R.M. 1985. “Peranan Seni Budaya dalam Sejarah Kehidupan Manusia Kontinuitas dan
Perubahannya”, dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Sastra
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
R.M.
Soedarsono. 2002. Seni
Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta:
Gadjah mada University Press.
Yus Rusyana, 2007. “Menjadikan Tradisi sebagai Tumpuan Kreativitas” Makalah dalam Orasi Ilmiah; Upacara Dies Natalis Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar